Menghidupkan Sukma Demokrasi

Oleh Aminuddin Siregar

Menghidupkan sukma demokrasi bukan saja diperlukan dalam konteks pemilihan umum, melainkan juga dalam semua aspek kehidupan berpolitik baik di pusat maupun di daerah, Sukma demokrasi menjadi sangat penting keberadaannya ketika ia tuntut memberi nafas bagi kehidupan politik yang kondusif, keterturan politik dan sopan santun berdemokrasi. Awalnya gerakan pendemokrasiaan ini ialah tamatnya riwayat kediktatoran dan masuknya kekuatan civil society sembari mengambil langkah demokratisasi terhadap hamper semua bidang kehidupan.

Bahwa definisi demokrasi dalam arti pemilihan umum adalah definisi pas-pasan. Padahal demokrasi dituntut kemunculannya lebih dari sekedar itu. Demokrasi sejati berarti adanya system control yang efektif oleh warganegara terhadap kebijakan pemerintah. Musyawarah yang rasional dalam percaturan politik merupakan salah satu cara menghidupkan sukma demokrasi.

Untuk menerapkan itu memerlukan semangat idealisme yang lahir kejujuran, tanggungjawab, kedisiplinan rasa keadilan dan dengan cara-cara menjalankan kebijakan itu secara terbuka dan dapat diketahui oleh public Meski demokrasi bukan satu-satunya kebijakan public yang dianggap sebagai perluasan bagi terpenuhinya kepentingan-kepentingan rakyat, adalah sangat mungkin menghidupkan sukma demokrasi sejauh system politik itu memberi ruang gerak bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya.

Ketika pemerintah dianggap tidak bersikap demokratis, saat yang bersamaan kekuatan otoritarian bermain di dalamnya. Dalam gerakan pendemokrasian, sudah tentu ujung tombak pertama ialah pemerintah baik pusat maupun daerah, sebagai sebuah sistem Negara Kesatuan Republic Indonesia. Di mana lembaga-lembaga demokrasi yang ada hingga ke unit-unit terkecil sangat perlu menerapkan cara-cara yang demokratis. Sehingga pemerintah daerah dalam menjalankan kewenangannya tidak hanya mampu melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tetapi juga dapat mengurus masyarakat.

Bahwa demokratisasi harus didukung oleh berbagai perangkat hukum, agar tercipta suasana demokratis. DPRD misalnya harus mampu menjadi pelopor gerakan pendemokrasian kehidupan politik atau melakukan demokratisasi terhadap lembaga-lembaga politik yang ada di daerah.

Sehingga tidak terkesan, bahwa anggota legislatif cenderung menghambat pelaksanaan atau penyelenggaran otonomi daerah, yang salah satu contoh konkrit adalah pengebirian terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) sebagaimana pada masa awal otonomi daerah adanya penggunaan DAU secara tidak transparan. Dengan kata lain penggunaan oleh pejabat daerah, sebagai mana media mensinyalir bahwa penggunaan DAU untuk foya-foya, pejabat daerah, mulai dari kalangan eksetif hingga legislatif (Rakyat Merdeka, 30 Agustus 2002).

Tentu saja bukan dalam konteks seperti itu yang dimaksudkan demokratisasi penyelenggaraan otonomi daerah. Sebab bila hal seperti itu yang terjadi, maka sudah dapat dipartikan akan sulit bagi daerah untuk membangun daerahnya. Karena DAU tersebut antara lain adalah untuk dana pembangunan.

Jadi dengan keberadaan lembaga-lembaga demokrasi di daerah maka diharapkan kesempatan masyarakat akan lebih terbuka dan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang tidak dapat memelihara lembaga demokrasinya. Pendemokrasian harus menjadi semacam gerakan perjuangan. Hal inilah yang oleh Samuel P. Hantington disebut sebagai gelombang demokratisasi bagaimana rakyat menurunkan pemerintah otoriter dan mengkonsolidasikan rezim demokrasi.

Perkembangan demokrasi itu sendiri telah memperlihatkan suatu kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dimungkinkan oleh kemauan politik dan komitmen terhadap pendemokrasian disegala bidang termasuk dalam berotonomi.

Menghidupkan sukma demokrasi secara kreatif tidak saja akan memperoleh keuntungan praktis, tetapi juga kemudahan-kemudahan dalam melakukan persambungan-persambungan politik dan cultural dengan anggota masyarakat. Kemudahan melakukan interaksi pemerintahan daerah dengan rakyatnya. Termasuk kemudahan dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Itu sebabnya mengapa menghidupkan sukma demokrasi itu menjadi penting dalam pelaksanaan otonomi daerah.

Demokrasi dengan demikian, membuka lebar saluran komunikasi dan memperluas ruang interaksi dan dialog antar pelaku politik dengan para pemimpin politik baik pusat maupun pada tingkat local. Begitu juga antar sesama anggota masyarakat, antar penyelenggara pemerintahan daerah dengan masyarakat dan seterusnya. Dan semakin menjadi penting ketika kita melihat otonomi yang harus dikaitkan dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat dalam pelaksanaan pemerintah daerah yang otonomi. Karena itu tidak ada salahnya kalau sukma demokrasi perlu kembali dihidupkan bagi terwujudnya pemerataan antar daerah dan atau mengurangi kesenjangan antar pemerintah pusat dan daerah.

Tinggalkan komentar